Mencuri Poin di Azadi

IRAN mengusik dunia lewat
pernyataan Presiden Mahmoud
Ahmadinejad tentang Holocaust.
Sejak usikan itu, para pemain
asal negara di Teluk Persia satu
per satu pergi menanggalkan
kostum klub-klub yang
mengontrak mereka sebagai
profesional di Negeri Bavaria.
Para pesepakbola Iran
mengucapkan selamat tinggal
kepada berbagai klub Jerman.
Sejak duo gelandangnya,
Khodadad Azizi hingga Karim
Bagheri. Mulai Vahid Hashemian
sampai Ferydoon Zandi. Bahkan,
dari Mehdi Mahdavikia ke Ali
Karimi.
Sebaliknya, dunia sempat pula
mengusik ketenangan Iran.
Musuh politiknya, Amerika
Serikat, melakukan manuver
dimotori agitasi dalam sebuah
majelis di Perserikatan Bangsa-
Bangsa. Yang disoal, ancaman
bahaya Perang Dunia Ketiga
dari potensi teknologi nuklir
yang dibiakkan dengan alasan
kesehatan di Negeri Mullah.
Semejak itu pula orbit negara-
negara di jazirah Arab,
khususnya Iran, mengalami
kemunduran total. Tiada
satupun dari mereka tampil
dalam Piala Dunia terakhir, di
Afrika Selatan 2011 lalu.
Sekarang, isu kepalsuan sejarah
Hollocaust di Perang Dunia
Kedua yang kemudian dengan
tak kalah panasnya dibalas isu
bahaya nuklir berpotensi
mengecamukkan Perang Dunia
Ketiga telah berjalan lalu seiring
waktu. Dunia versus Iran tinggal
jadi kisah lama.
Kesan kita kini tentang situasi
percaturan politik dunia ialah
rasa agak tertib yang lebih
disibukkan urusan teroris
sepeninggal Usamah bin Ladin,
skema perdagangan karbon
demi mencegah pemanasan
global, gejala aneksasi
Afganistan oleh Barat yang tak
kunjung selesai, dan Piala Dunia
FIFA di Brazil 2014 mendatang.
Akselerasi tim nasional Iran
yang dijuluki Tim Melli harus
diakui selama setahun terakhir
terasa sangat menakjubkan.
Kesebelasan revolusioner
Republik Islam itu telah
mencatat rekor bermain 9 kali,
menang 8 kali, hanya kalah satu
kali, dan selisih gol positifnya
12, dari hasil mencetak 14
berbanding 2 kali kebobolan
saja. Seluruh pemain Iran mulai
bergerak cepat laksana proton
dan neutron mengikat inti
atom. Kendati mereka tidak
sempat memenangkan gelar
juara Asia tahun ini.
Inilah raksasa yang
diunggulkan di Grup E putaran
ketiga Zona Asia. Sepanjang
sejarahnya, Iran telah
memanggungkan 511
pertandingan. Di antaranya, 277
kali menang, 124 kali seri, 110
kali kalah, mencetak 940 gol
dan kebobolan 431 kali,
sehingga deviasi golnya jadi
509. Bayangkanlah, betapa
seramnya agresivitas penyerang
yang rata-rata mengemas 0,99
gol setelah berlaga selama lebih
500 kali.
Situs resmi FIFA bahkan
mengomentari Grup E putaran
ketiga kualifikasi zona Asia
seperti layaknya pertarungan
berebut juara antara Iran dan
Qatar saja. Jadi, ada satu tanda
tanya: Mungkinkah Iran sudah
mengembangkan sepakbola
melalui pemanfaatan teknologi
nuklir? Di bawah racikan Carlos
Queiroz, Javad Nekounam cs
menjadi unggulan di Grup E.
Mereka akan berhadapan lawan
Indonesia di Azadi Stadium,
Teheran, Jumat (2/9/2011).
Awalnya, Queiroz mantan
asisten Sir Alex Fergusson di
Manchester United sempat
dikritik publik Iran. Dia disebut
bukan pelatih sebenarnya,
kapasitasnya dikecam hanya
sekelas asisten belaka. Di
tengah kritik tersebut, posisi
paling krusial yang disorot para
pencinta sepakbola mereka
sebagai titik lemah di timnas
Iran ialah bek tengah yang
dinilai lamban.
Selebihnya, penampilan para
pemain kawakan seperti Karimi,
Aghily, Teymourian, dan
Nekounam pun sudah dianggap
tak bertenaga lagi. Namun satu
bintang baru, Mohammad-Reza
Khalatbari, menjadi inti atomnya
di lini depan.
Striker bergelar Raja dari Zob
Ahan itu sempat merusak
jantung pertahanan Rusia yang
terkenal kokoh. Kebiasaannya
menyisir serangan dari sayap,
kemudian masuk tanpa
terkawal ke dalam kotak penalti.
Mematikan ruang jelajah
Khalatbari, salah satu taktik
yang mesti dikembangkan
pertahanan Garuda Merah-
Putih. Sedangkan poros tiga
gelandang tua Karimi-
Teymourian-Nekounam harus
dilawan dengan keras oleh
Utina-Toni-Hariono.
Bila gelandang Indonesia main
lembek, maka keindahan pola
permainan Iran akan segera
menghancurkan di menit-menit
awal pertandingan. Kelincahan
langkah lari kaki bak penari
balet naik permadani terbang
dari Persia hanya dapat dilawan
dengan pola bermain keras
agak brutal seperti yang
dipertontonkan Belanda ketika
melawan Spanyol di final Piala
Dunia lalu.
Target Indonesia mencuri poin
di Azadi boleh diawali tiga kata:
Jangan takut melawan! Tapi
awas kartu merah. Berjuanglah
laksana sepasukan singa dari
Gurun Pasir menyerbu Teluk
Persia. Satu langkah pasti di
Teheran akan menentukan
jalannya lima pertandingan ke
depan.

Related Posts:

0 Response to "Mencuri Poin di Azadi"

Post a Comment

Terima Kasih Telah berkunjung :-)